Tak Perlu Bingung, Ini Hal Penting dalam Penerapan Kurikulum Merdeka

KOMPAS.com – Berbagai studi nasional dan internasional menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Krisis ini menjadikan pendidikan Indonesia semakin tertinggal dan mengalami kehilangan pembelajaran (learning loss).Terlebih, saat pandemi Covid-19 melanda.

Untuk mengatasi krisis tersebut, Indonesia memerlukan perubahan secara sistematis. Salah satunya melalui Kurikulum Merdeka yang baru diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada Jumat (11/2/2022).

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, Kurikulum Merdeka dirancang lebih sederhana dan fleksibel. Selain itu, kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan membuat siswa lebih aktif.

“Jenis-jenis aktivitas yang ada dalam kurikulum ini lebih relevan dan banyak memberikan ruang untuk tugas berbasis proyek atau project base learning (PJBL),” ujar Nadiem dalam episode ke-15 Merdeka Belajar yang disiarkan di kanal Youtube Kemendikbud Ristek, Jumat.

Dengan sistem tersebut, pembelajaran yang inklusif akan tercipta. Sebab, Kurikulum Merdeka tidak hanya terpaku dengan kegiatan intrakurikuler, tetapi juga proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila dan ekstrakurikuler.

 

Penerapan penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka

Dirangkum dari Buku Saku Tanya Jawab Kurikulum Merdeka yang dikeluarkan Kemendikbud Ristek, proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila merupakan sebuah pendekatan pembelajaran melalui proyek dengan sasaran utama mencapai dimensi Profil Pelajar Pancasila.

 Adapun dimensi Profil Pelajar Pancasila terdiri atas karakter dan kompetensi dasar yang perlu dikembangkan satuan pendidikan atau sekolah untuk peserta didik. Terdapat enam dimensi Profil Pelajar Pancasila, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong-royong, mandiri, bernalar kritis, serta kreatif.

Proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila dilaksanakan dengan melatih para siswa untuk menggali isu nyata di lingkungan sekitar dan berkolaborasi untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian, secara otomatis siswa mampu menerima dan menghargai perbedaan, baik sosial, budaya, agama, maupun suku bangsa.

Di satuan pendidikan, penguatan Profil Pelajar Pancasila perlu dikembangkan melalui berbagai strategi yang saling melengkapi dan menguatkan, yaitu budaya satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran, dan kegiatan kokurikuler berupa pembelajaran melalui proyek.  Dengan demikian, proyek tersebut bukan satu-satunya metode pembelajaran, melainkan bagian dari penguatan upaya mengembangkan Profil Pelajar Pancasila.

Maka dari itu, alokasi jam pelajaran pada Kurikulum Merdeka dituliskan secara total dalam satu tahun dan dilengkapi dengan saran alokasi jam pelajaran yang disampaikan secara reguler atau mingguan. Tidak ada perubahan pada alokasi jam pelajaran siswa dalam Kurikulum Merdeka. Hanya saja, terdapat penyesuaian dalam pengaturan mata pelajaran.

Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada Kurikulum Merdeka dialokasikan untuk dua kegiatan pembelajaran, yakni intrakurikuler dan proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila.

Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada sekolah untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum sesuai dengan karakteristik sekolah tersebut. Selain itu, Kemendikbud Ristek juga memberikan kewenangan kepada satuan pendidikan atau pemerintah daerah (Pemda) dalam menambah muatan lokal (mulok) secara fleksibel.

Pembelajaran mulok dapat dilakukan melalui tiga metode. Pertama, mengintegrasikan mulok ke dalam mata pelajaran lain. Kedua, mengintegrasikan mulok ke dalam tema proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila.

Ketiga, mengembangkan mata pelajaran khusus mulok yang berdiri sendiri sebagai bagian dari program intrakurikuler. Adapun beban belajar mulok maksimum sebanyak 72 jam pelajaran per tahun atau 2 jam pelajaran per minggu.

Perubahan Kurikulum Merdeka di jenjang sekolah

Terdapat beberapa perbedaan mendasar terkait penerapan Kurikulum Merdeka dan kurikulum sebelumnya pada tiap jenjang sekolah. Pada jenjang sekolah dasar (SD), misalnya, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) digabungkan menjadi satu. Hal ini dikarenakan pada usia SD anak cenderung melihat sesuatu secara utuh dan terpadu.

Siswa SD juga masih dalam tahap berpikir sederhana, holistik, dan komprehensif, tetapi tidak detail. Oleh karena itu, penggabungan IPA dan IPS diharapkan dapat memicu anak untuk dapat mengelola lingkungan alam dan sosial dalam satu kesatuan.  Selain itu, mata pelajaran Keterampilan untuk siswa SD juga dihapus. Sebab, mata pelajaran keterampilan telah terdapat pada mata pelajaran Seni.

Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Informatika menjadi mata pelajaran wajib. Sementara itu, mata pelajaran Prakarya menjadi salah satu pilihan bersama mata pelajaran Seni, termasuk Seni Musik, Seni Tari, Seni Rupa, dan Seni Teater.

Perubahan kurikulum yang paling kentara terlihat pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Pasalnya, pada jenjang ini, murid dapat memilih mata pelajaran sesuai minat dan bakat. Peminatan tersebut akan dilakukan pada murid kelas XI dan XII.

Sementara itu, siswa kelas X belum bisa mengambil peminatan karena perlu menguatkan kembali kompetensi dasar. Selain itu, siswa kelas X dapat menggunakan satu tahun masa belajar di SMA untuk mengenal pilihan-pilihan yang disediakan oleh sekolah sebelum mengambil keputusan terkait pelajaran yang ingin mereka ambil.

Sebelum memutuskan peminatan, siswa juga diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan orangtua dan guru bimbingan konseling (BK). Sebagai informasi, guru BK memegang peranan penting dalam memandu penelusuran minat dan bakat para murid bersama wali kelas dan orangtua atau wali murid.

Dukungan orangtua menjadi salah satu kunci keberhasilan penerapan Kurikulum Merdeka. Orang tua dapat mendampingi anak dalam belajar dan memahami kompetensi yang perlu dicapai anak pada tiap fase.

Setelah menentukan pilihan mata pelajaran pada kelas XI, murid boleh mengganti pilihan mata pelajaran di kelas XII, meski demikian, hal ini tidak disarankan. Sebab, murid yang beralih mata pelajaran harus mengejar ketertinggalan materi sebelumnya.

 Perubahan peminatan pada SMA juga memengaruhi seleksi masuk perguruan tinggi. Nantinya, siswa harus mengikuti penyesuaian terkait hal ini. Pasalnya, seleksi masuk akan didasarkan pada mata pelajaran yang diambil oleh murid, bukan berdasarkan jurusan.

Ketuntasan belajar dalam Kurikulum Merdeka

Dalam Kurikulum Merdeka, penilaian ketuntasan dalam belajar dikenal dengan sebutan Capaian Pembelajaran (CP).

CP merupakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dirangkaikan sebagai satu kesatuan proses yang berkelanjutan. Dengan demikian, siswa dapat memiliki kompetensi yang utuh dari suatu mata pelajaran.

Kompetensi sendiri terdiri atas rangkaian dari pengetahuan, keterampilan, disposisi tentang ilmu pengetahuan, dan sikap terhadap proses belajar. Maka dari itu, keterampilan, pengetahuan, dan sikap tidak sepatutnya dipisahkan dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.

Perlu diketahui, CP bukan menjadi pengganti Standar Kompetensi Lulusan (SKL) atau Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA). Dalam Kurikulum Merdeka, kedudukan CP berada di bawah Standar Nasional Pendidikan (SNP), setara dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum 2013. Sementara itu, SKL tetap menjadi acuan untuk mengukur kompetensi lulusan.

Adapun penyusunan CP dibagi per fase. Dengan demikian, para murid dapat memiliki waktu yang memadai dalam menguasai kompetensi. Penyusunan per fase juga memberikan kesempatan bagi murid untuk belajar sesuai dengan tingkat pencapaian, kebutuhan, kecepatan, serta gaya belajar mereka. Hal ini dikarenakan CP disusun dengan memperhatikan fase perkembangan anak

Bagi para guru dan sekolah, penyusunan CP per fase juga memberikan keleluasaan dalam menyesuaikan pembelajaran sehingga selaras dengan kondisi dan karakteristik peserta didik.
Kepala sekolah dan guru dapat menggunakan buku teks, buku panduan, dan modul ajar yang telah diterbitkan Kemendikbud Ristek untuk mendukung implementasi CP.

Misalnya, pada pendidikan anak usia dini (PAUD), CP akan didesain untuk membangun kesenangan belajar dan kesiapan bersekolah anak. Maka dari itu, guru akan mendapatkan buku panduan pengembangan pembelajaran, elaborasi masing-masing elemen CP, pengembangan pembelajaran berbasis buku cerita untuk penguatan literasi dini, dan proyek pengembangan Profil Pelajar Pancasila.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Perlu Bingung, Ini Hal Penting dalam Penerapan Kurikulum Merdeka ",

Klik untuk baca: https://www.kompas.com/edu/read/2022/02/22/094700071/tak-perlu-bingung-ini-hal-penting-dalam-penerapan-kurikulum-merdeka-?page=1
Penulis : Hisnudita Hagiworo
Editor : Agung Dwi E