Sekolah Gratis Bukan Berarti Sekolah Pasif: Ini Rahasia Digitalisasi Jadi Sumber Kemandirian

“Sekolah gratis? Wah, enak dong!” Tapi apakah benar demikian? Di balik euforia kebijakan ini, ada tantangan besar yang mengintai dunia pendidikan swasta. Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari dunia bisnis yang sedang panas-panasnya membahas merger raksasa GoTo-Grab?

Jakarta – Dunia bisnis kembali terguncang dengan kabar potensi merger antara dua raksasa teknologi, GoTo dan Grab, yang dikaitkan dengan masuknya Danantara. Namun pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menyampaikan kritik tajam: “Kalau masuknya Danantara adalah upaya menyehatkan keuangan GoTo, maka sangat kecil dampaknya bagi pengemudi dan konsumen.”

 

Pernyataan Bhima membuka satu perspektif menarik: tidak semua penggabungan besar akan menjamin keberlanjutan jika tidak dibarengi dengan strategi transformasi digital yang berorientasi pada kemandirian dan keberlanjutan jangka panjang. Lalu apa hubungannya dengan dunia pendidikan?

Cukup banyak, terutama bagi sekolah swasta yang kini menghadapi tantangan besar: era sekolah gratis.

Pasca keputusan Mahkamah Konstitusi tentang larangan pungutan pendidikan dasar dan menengah, banyak sekolah swasta dihadapkan pada dilema serius. Bagaimana menjaga mutu pendidikan, membayar guru, dan mengelola fasilitas — tanpa boleh menarik iuran dari orang tua?

Ini bukan hanya krisis keuangan, tapi juga krisis mindset. Sekolah yang dulu terbiasa berjalan secara konvensional kini harus menemukan cara-cara baru untuk tetap hidup dan bahkan berkembang.

Dan di sinilah peran teknologi menjadi sangat penting.

Digitalisasi adalah Jalan Kemandirian

Kemandirian bukan berarti berdiri sendiri tanpa dukungan, tetapi mampu mengelola sistem internal dengan efisien dan menciptakan peluang pendanaan baru. Dalam konteks ini, kehadiran Sistem Informasi Sekolah seperti SISKO Whitelabel menjadi solusi yang relevan dan visioner.

Lewat teknologi ini, sekolah bisa mengelola keuangan, kehadiran siswa, prestasi, kurikulum, hingga administrasi dalam satu platform terintegrasi. Lebih dari itu, SISKO bahkan memiliki fitur digital fundraising, yang memungkinkan sekolah menciptakan alternatif pendanaan legal dan transparan.

Inilah bentuk konkret dari manajemen sekolah digital, bukan hanya soal efisiensi, tapi juga strategi bertahan dan tumbuh dalam era baru.

Sekolah Tak Boleh Diam

Merger GoTo-Grab adalah gambaran nyata bahwa hanya organisasi yang berani berinovasi dan mengakselerasi digitalisasi yang bisa bertahan di tengah guncangan zaman. Demikian pula dengan sekolah swasta. Di era sekolah gratis tanpa pungutan, bukan waktunya lagi menjadi pasif dan bergantung pada donatur atau subsidi.

Saatnya para Kepala Sekolah dan Ketua Yayasan melihat ke depan dan bertanya, “Apakah sekolah saya sudah siap menghadapi gelombang digital ini?”

Jika belum, inilah momen untuk bertransformasi.

Gunakan aplikasi sekolah terintegrasi yang tidak hanya mencatat data tapi juga memberikan insight dan peluang kolaborasi baru. Optimalkan administrasi sekolah online agar sekolah bisa lebih hemat sumber daya. Dan yang tak kalah penting, adopsi software sekolah 4.0 agar sekolah Anda bisa bersaing, bahkan dengan lembaga pendidikan global.

Penutup: Masa Depan Dimulai Sekarang

Era pendidikan gratis bukan berarti era stagnasi. Justru sebaliknya, ini adalah panggilan besar bagi sekolah swasta untuk mengubah arah: dari pasif menjadi progresif, dari reaktif menjadi inovatif.

Jangan sampai sekolah swasta hanya jadi penonton dalam transformasi pendidikan nasional. Jadilah pionir, dan mulailah dari hal kecil tapi strategis — seperti mengadopsi teknologi sistem informasi sekolah sebagai fondasi perubahan.


Siap menjemput masa depan? Atau tetap bertahan dengan sistem lama hingga tertinggal?

Pilihan itu sekarang ada di tangan Anda.