Yogyakarta – Sejak Mahkamah Konstitusi menguatkan kebijakan sekolah gratis, banyak kepala sekolah dan yayasan mulai gelisah. Di satu sisi, keharusan untuk tidak memungut iuran menjadi regulasi yang wajib dipatuhi. Di sisi lain, kualitas pendidikan tak boleh anjlok. Maka muncul pertanyaan krusial: bagaimana menjaga mutu sekolah tanpa iuran?
Sebagai konsultan pendidikan yang telah 25 tahun mendampingi ratusan sekolah dari berbagai daerah dan latar belakang, saya percaya: regulasi tidak harus menjadi penghalang kemajuan. Justru ia bisa menjadi pemantik kreativitas. Tantangan ini, jika direspons dengan strategi yang tepat, bisa menjadikan sekolah lebih mandiri, adaptif, dan profesional.
Berikut 7 cara yang saya rekomendasikan untuk menjaga keberlanjutan sekolah tanpa iuran:
1. Aktifkan Kekuatan Alumni
Alumni bukan sekadar nostalgia. Mereka adalah aset hidup yang bisa digandeng secara strategis. Mulailah membangun database melalui sistem informasi sekolah yang mampu mendokumentasikan kontribusi dan komunikasi alumni secara sistematis. Banyak sekolah berhasil membiayai pembangunan sarana atau kegiatan siswa dari dukungan alumni yang loyal.
2. Jalin Kemitraan dengan Dunia Usaha
CSR dari perusahaan besar, sponsorship UMKM lokal, hingga dukungan vendor edukasi bisa menjadi penyokong finansial sekolah. Kuncinya adalah transparansi dan profesionalitas, yang bisa dibangun dengan manajemen sekolah digital. Ketika sistem jelas, kerja sama pun mudah dilakukan.
3. Optimalkan Unit Usaha Sekolah
Sekolah bisa memiliki unit produktif yang sah dan edukatif, seperti koperasi siswa, pelatihan keterampilan, hingga jasa printing atau multimedia. Seluruh arus kas dan SDM bisa dikelola lebih rapi dengan bantuan aplikasi sekolah terintegrasi, agar tetap fokus pada pembelajaran, bukan sekadar bisnis.
4. Gunakan Crowdfunding dan Donasi Digital
Platform digital memudahkan sekolah menjangkau publik lebih luas. Melalui kampanye sosial kreatif dan sistem pengelolaan berbasis administrasi sekolah online, sekolah bisa membuka donasi yang tertib dan akuntabel. Orang tua, alumni, dan masyarakat bisa melihat dampak langsung dari kontribusinya.
5. Adakan Event Kreatif Bernilai Edukatif
Lomba, konser, pameran karya, hingga webinar bisa menjadi sumber pemasukan sekaligus promosi sekolah. Dengan software sekolah 4.0, kegiatan ini bisa didesain, dicatat, dan dievaluasi dengan efisien, termasuk mencatat hasil keuangannya.
6. Kolaborasi Komunitas Lokal
Bermitra dengan komunitas seni, olahraga, keagamaan, dan budaya bisa membuka peluang sinergi non-finansial yang bernilai tinggi. Banyak komunitas yang bersedia meminjamkan fasilitas, menyumbang tenaga ahli, atau membantu promosi sekolah sebagai bentuk social bonding.
7. Bangun Kepercayaan Melalui Transparansi
Kunci utama semua strategi di atas adalah: kepercayaan. Jika sekolah dipercaya, semua akan lebih mudah. Transparansi dalam pengelolaan bisa dibangun lewat administrasi sekolah online dan komunikasi berkala kepada wali murid serta komite.
Sebagai penutup, izinkan saya berbagi pandangan:
“Kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh jumlah iuran, tapi oleh kemampuan sekolah membangun ekosistem yang berdaya, transparan, dan kolaboratif.”
— Gloria Sarasvati Anindya, Konsultan Pendidikan dari Kamadeva Coaching Academy
Jika Anda kepala sekolah, ketua yayasan, atau pejabat dinas, jangan menunggu sampai sekolah kehabisan dana baru berpikir kreatif. Justru sekaranglah waktunya bertindak.
Sebab tantangan regulasi hanya bisa ditaklukkan oleh pemimpin yang berani berubah dan mau berinovasi. Dan saya percaya, Anda adalah salah satunya.