Yogyakarta – Ketika kurikulum baru diluncurkan, banyak sekolah tampak sibuk mengganti istilah, menyesuaikan dokumen, dan membuat presentasi hebat di depan orang tua. Tapi di balik semua itu, satu pertanyaan besar sering terlewatkan: Apakah sekolah benar-benar siap secara digital, atau sekadar mengejar formalitas?
Sebagai konsultan pendidikan yang telah mendampingi ratusan sekolah selama 25 tahun, saya, Gloria Sarasvati Anindya, melihat pola yang terus berulang. Banyak sekolah menyambut kurikulum baru tanpa kesiapan digital yang memadai.
Akibatnya? Aktivitas belajar tidak relevan, guru kewalahan, dan orang tua kebingungan.
Berikut ini adalah 5 kesalahan fatal yang sering terjadi, dan bagaimana Anda sebagai orang tua bisa membantu mendorong sekolah untuk berbenah.
1. Digitalisasi Sekolah Cuma Jadi Label, Bukan Aktivitas Harian
Beberapa sekolah membeli perangkat dan software sekolah 4.0, tapi tidak pernah benar-benar memanfaatkannya dalam aktivitas sehari-hari. Aplikasi hanya dibuka saat rapat komite atau inspeksi dinas. Padahal, esensi dari manajemen sekolah digital adalah menciptakan ekosistem belajar yang dinamis dan kolaboratif, bukan sekadar pamer fitur.
2. Tidak Ada Integrasi Sistem, Semua Masih Manual
Buku nilai digital tapi absensi masih kertas. Dana BOS dicatat pakai Excel, tapi orang tua tidak bisa melihat laporan keuangan. Tanpa aplikasi sekolah terintegrasi, data sekolah hanya jadi beban, bukan sumber kekuatan.
3. Guru Tidak Dibekali Mindset Digital
Bukan hanya soal teknologi, tapi juga pola pikir. Sekolah yang tidak melakukan pelatihan dan coaching digital bagi guru, biasanya hanya menghasilkan kegiatan tempelan. Padahal guru adalah ujung tombak. Mereka butuh sistem yang mendukung, seperti administrasi sekolah online yang memudahkan laporan, nilai, dan komunikasi dengan orang tua.
4. Orang Tua Tidak Dilibatkan
Era sekolah gratis menuntut transparansi. Sekolah yang tidak membuka akses ke informasi lewat sistem informasi sekolah, justru menciptakan kesenjangan kepercayaan. Padahal, orang tua adalah mitra utama dalam pendidikan anak. Jika komunikasi digital dibuka, partisipasi akan tumbuh dengan sendirinya.
5. Tidak Ada Peta Jalan Transformasi
Sekolah yang tidak memiliki rencana transformasi jangka panjang biasanya hanya sibuk memadamkan api. Padahal, perubahan digital butuh roadmap. Dengan platform seperti SISKO dari Kamadeva, sekolah bisa membangun sistem yang berkelanjutan dan akuntabel.
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
Sebagai orang tua, Anda bisa mulai bertanya:
-
Apakah sekolah anak saya sudah menjalankan digitalisasi dengan konsisten?
-
Apakah komunikasi dengan sekolah terjadi setiap hari lewat sistem?
-
Apakah saya bisa melihat perkembangan akademik dan keuangan secara terbuka?
Jika jawabannya belum, maka saatnya Anda mengusulkan transformasi digital melalui komite atau langsung ke pihak sekolah.
“Digitalisasi bukan proyek satu kali. Ini tentang budaya baru di sekolah yang harus dijalankan setiap hari.”
— Gloria Sarasvati Anindya, Konsultan Pendidikan dari Kamadeva Coaching Academy
Penutup
Menyambut kurikulum baru tanpa kesiapan digital hanya akan membuat sekolah berjalan di tempat. Sebaliknya, dengan komitmen digitalisasi yang dijalankan konsisten, sekolah bukan hanya siap menghadapi masa depan—tetapi juga akan melibatkan orang tua sebagai mitra sejati dalam pendidikan.
Jika sekolah anak Anda belum melangkah ke sana, mungkin Anda adalah orang pertama yang bisa memulainya.